Sejarah bedeng 35 wonosari pekalongan lampung timur

MENELUSURI JEJAK 35 WONOSARI

POJOKKOMET.COM--Menelusuri desa-desa yang ada di seputaran Kota Metro, maka akan lebih mudah rasanya jika menggunakan angka/bedeng dibanding menggunakan nama desanya sendiri. Ya Desa-desa yang ada di seputaran Metro, baik yang masuk wilayah Metro, Lampung Tengah, maupun Lampung Timur memang lekat dengan angka penomoran/bedeng. Diantara desa yang menggunakan bedeng/nomor tersebut adalah bedeng 35, yang nama desanya adalah Wonosari.

Bedeng 35 Wonosari, tak banyak yang tahu bagaimana sejarah persis berdirinya. Yang asli penduduk Wonosari pun mungkin akan bingung juga jika ditanya bagaimana sejarahnya, kapan tahun berdirinya. Berikut ini saya uraikan sejarah singkat terbentuknya desa Wonosari.

Sejarah Singkat Desa Wonosari
 
Sejarah terbentuknya Desa Wonosari dimulai dengan didatangkannya penduduk dari Pulau Jawa pada hari Selasa Wage tanggal 28 Februari 1939 oleh Pemerintah Hindia Belanda yang dinamakan Kolonisasi. Untuk menampung penduduk-penduduk tersebut pemerintah Hindia Belanda menyediakan tempat yang dinamakan “ bedeng” yang bernomor 35, maka disebutlah bedeng 35. Proses pemindahan penduduk tersebut diawasi oleh seorang petugas Transmigrasi yang dinamakan Mantri, saat itu nama mantrinya adalah Kamso.
 Hasil gambar untuk sejarah kota metro
Perpindahan penduduk tersebut, yang pertama dipimpin oleh Atmo Suwito, berasal dari daerah Wonosari Gunung Kidul pada tanggal 28 Februari 1939 sebanyak 86 KK. Kemudian pada hari Rabu Kliwon tanggal 01 Maret 1939 datang lagi sebanyak 64 KK berasal dari Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tanggal 20 Februari 1940 didatangkan lagi penduduk dari daerah Gemolong, Sragen, Jawa Tengah sebanyak 156 KK yang dipimpin oleh Dulah Sajuri. Kepala-kepala rombongan yang memimpin perpindahan penduduk saat itu dinamakan Kami Tuo. 

Sebelum terbentuk menjadi desa Wonosari, awalnya bedeng 35 terbagi menjadi 3 wilayah, yaitu bedeng 35 Polos, bedeng 35 A dan bedeng 35 B. Dengan pamong masing – masing wilayah yaitu :
Bedeng 35 Polos,
Pendatangnya berasal dari daerah Wonosari Gunung Kidul Yogyakarta dipimpin oleh Kami Tuo yang bernama Atmo Suwito dengan perangkat / pamong :
Carik : Atmo Suparto
Bayan I : Wongso Arjo
Bayan II : Ponco
Polisi Desa : Dulah Harjo
Bedeng 35 A
Pendatangnya berasal dari daerah Jawa Tengah dipimpin oleh Kami Tuo yang bernama Dulah Sajuri dengan perangkat / pamong :
Carik : Harjo Taruno
Bayan I : Joyo Karso
Bayan II : So Pawiro
Polisi Desa : Kerto Pratiknyo
Bedeng 35 B
Pendatangnya berasal dari daerah Bantul Yogyakarta dipimpin oleh Kami Tuo yang bernama Joyo Lukito alias Joyo Ganjar dengan perangkat / pamong :
Carik : Dul Fatah
Bayan I : Harjo Setro
Bayan II : Joyo Krapyak
Polisi Desa : Harjo Ndayu
Pada tahun 1943 Joyo Lukito dipindah ke wilayah Purbolinggo oleh Pemerintah Hindia Belanda sehingga Kami Tuo/ pimpinan di bedeng 35 B digantikan oleh Dulah Harjo.

Dari ketiga blok wilayah tersebut, kemudian Bedeng 35 Polos mengalami perubahan perangkat/ pamong, yaitu :
Kami Tuo : Atmo Suwito
Carik : Arjo Sumarto
Bayan I : Karto Ikromo
Bayan II : Dulah Harjo
Polisi Desa : Suwito

Asal usul penamaan Desa Wonosari sendiri dimulai pada awal tahun 1942, atas kesepakatan para tokoh-tokoh waktu itu. Nama Wonosari berasal dari kata Wono yang berarti alas atau hutan, dan kata sari yang berarti inti. Dengan demikian Wonosari berarti “ inti dari hutan”, hal ini karena pada waktu itu penduduknya memanfaatkan lahan hutan yang diolah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Selain itu juga ada dasar yang dipakai untuk memberi nama “ Wonosari” pada desa ini, yaitu karena penduduknya yang datang pertama kali di desa ini berasal dari daerah Wonosari Gunung Kidul Yogyakarta.
 
Pada jaman kolonisasi para penduduknya mendapat jatah tanah pekarangan dengan ukuran 30 x 35 m dan juga tanah garapan untuk bertani. Untuk mencukupi kebutuhan hidup sebelum memperoleh hasil dari bertani, para penduduk mendapat ransum dari Pemerintah Hindia Belanda selama 6 bulan dengan konsekuensi harus membayar dengan padi sebanyak 18 dacin / KK setelah panen ( 1 dacin = 62,5 kg). Namun belum sampai lunas penduduk membayar ke Pemerintah Hindia Belanda ternyata Jepang datang untuk menjajah.

Walaupun hanya selama 3,5 tahun dijajah Jepang, namun kehidupan penduduk sangat menderita dan tersiksa. Mereka tetap bertani namun pada saat panen maka hasil panennya diminta oleh Pemerintah Jepang. Selain itu mereka dijadikan sebagai pekerja paksa atau Romusha pada BPP ( Badan Pembantu Pemerintah). Mereka menderita lahir dan batin karena kekurangan sandang pangan. Bahkan untuk makan mereka harus mencuri padi di gudang milik Jepang dan kalau ketahuan akan mendapat hukuman siksaan yang kejam.

Pada zaman Jepang banyak penduduk yang pergi meninggalkan wilayah Bedeng 35 B karena takut dengan macan yang masih banyak berkeliaran. Bahkan menurut cerita ada seorang penduduk yang meninggal karena dimakan macan. Selain itu juga pernah ada orang dari Kediri Jawa Timur yang bernama Glingseng masuk ke hutan wilayah ini dan ternyata hilang tanpa jejak. Setelah banyak yang pergi, maka pada tahun 1943 wilayah Bedeng 35 B di isi oleh transmigrasi Jepang sebanyak 40 KK. Kami Tuo Dulah Harjo pindah ke 35 A dan cariknya adalah Atmo Prayitno.
Hasil gambar untuk sejarah bedeng

Pada tahun 1945 ( zaman merdeka ) Desa Wonosari kedatangan penduduk Famili Transmigrasi ( ongkos perjalanan di tanggung Pemerintah Indonesia tetapi kedatangan mereka atas permintaan keluarga yang sudah menetap di desa Wonosari ini ) yang dipimpin oleh Dulah Harjo.

Desa Wonosari masuk dalam wilayah kecamatan Pekalongan, Lampung Tengah. Namun sesuai Undang-undang Nomor 12 Tahun 1999, tentang otonomi dan pemekaran wilayah Lampung Tengah, kecamatan Pekalongan masuk wilayah Lampung Timur. Maka sejak saat itu desa wonosari menjadi bagian dari lampung timur

0 Response to "Sejarah bedeng 35 wonosari pekalongan lampung timur"

Post a Comment

Total Pageviews

KLIK